BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun
2003 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara. Namun
aplikasinya dalam khidupan nyata bahwa pendidikan yang ada di indonesia sangat
jau dibawah harapan yang diinginkan. Pendidikan di indonesia apabila dilihat
dari segi mutu pndidikanya bahwa pendidikan di indonesia masih belum merata.
Berbicara mengenai
pendidikan tidak terlepas dari kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan dapat
diketahui dari dua hal, yaitu kualitas proses dan produk. Suatu pendidikan
dikatakan berkualitas proses apabila Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dapat
berlangsung secara efektif dan siswa mengalami proses pembelajaran yang
bermakna. Pendidikan disebut berkualitas produk apabila siswa menunjukkan
tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar sesuai dengan
sasaran dan tujuan pendidikan. Hal ini dilihat pada hasil belajar yang
dinyatakan dalam proses akademik kemampuan siswa dalam belajar banyak
berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, artinya
keaktifan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar sangat menentukan
keberhasilan. Oleh karena itu, dalam menyajikan materi pembelajaran guru
dituntut untuk menggunakan model yang tepat sehingga dapat memudahkan siswa
dalam belajar.
Pendidikan memiliki
peranan yang sangat penting dalam membangun manusia agar menjadi pribadi yang
utuh, dan terus menerus mengalami perkembangan dan perubahan dari masa ke masa.
Mengingat pentinya pendidikan bagi kehidupan,maka pemerintah menganjurkan agar
setiap warga negara harus mengenyam pendidikan. Agar pendidikan dapat berjalan
dengan baik diperluhkan faktor pendukung didalam pelaksanaan kegiatan
pendidikan yang dimaksud misalnya menyediakan sarana dan prasarana yang
menunjang pelaksanaan pembelajaran, memilih strategi yang cocok, serta
menyiapkan tenaga yang profesional dan bidangnya sehingga hasil dari proses
pembelajaran lebih efektif.
Berpijak dari hal yang
telah dijabarkan diatas, guru merupakan kunci dari sebuah kemajuan didalam
bidang pendidikan. Guru harus dapat meningkatkan kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang optimal. Guru sebagai perancang pembelajaran diharapkan mampu
merancang kegiatan secara efektif dengan suasana yag kondusif bagi siswa. Sebagai pelaksanaan pendidikan, guru hendaknya
memberikan pelayanan yang tulus kepada siswa, guru harus menciptakan iklim
pembelajaran yang menyenangkan agar siswa merasa dekat dengan gurunya.
Dari berbagai
permasalahan pendidikan di Indonesia antara lain efektifitas pendidikan,
efisiensi pengajaran, standardisasi pendidikan, rendahnya kualitas sarana
fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, renda nya hasil
belajar siswa, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan, dan mahalnya biaya
pendidikan turut mempengaruhi kualitas pendidikan. Khusus mengenai hasil
belajar siswa, hal ini menjadi permasalahan yang pelik karena hasil belajar
sangat erat berhubungan dengan kualitas pendidikan. Ketika hasil siswa jelek
otomatis kualitas pendidikan juga jelek.
Salah satu mata pelajaran yang penting dilaksanakan di SLTP adalah
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurut Trianto (2011:135) IPA
merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains
yang semula berasal dari bahasa inggris “sciencie”
yang pada awal mulanya adalah dari bahasa latin yaitu “scientia” yang berati saya tahu. “sciencie” terdiri dari sosial sciences
(Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural sciencie
(Ilmu Pengetahuan Alam). Namun, perkembangan “sciencie” sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan
bertentangan dengan etimologi untuk itu dalam hal ini kita tetap menggunakan
istilah IPA untuk merujuk pada pengertian sains yang kapra yang berarti natural
sciencie.
Masalah utama dalam
pembelajaran IPA khususnya pada materi Gerak lurus yang dialami oleh SMP Negeri
Satap Ndangi ialah para guru belum memahami dan mengetahui penggunaan model
pembelajaran yang tepat, sehingga nilainya belum mencapai kriteria ketuntasan
maksimal (KKM) oleh karena itu, peneliti menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan teknik-teknik yang
tepat, sehingga dapat berpengaruh pada pemahaman siswa yang mampu mencapai
kriteria ketuntasan maksimal yang sudah ditentukan, sehingga siswa mampu
mengimplementasikan hakikat nilai dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata
mendororng siswa untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan mereka (Depdiknas,
2002). Dalam pembelajaran ini siswa didorong membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Proses pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) berlangsung secara alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) menekankanpada tingkat berpikir yang tinggi, yaitu
berpikir divergen (kreatif).
Pembelajaran IPA dengan
pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan
gagasan-gagasannya, perolehan informasi dan merespon permasalahan yang
dberikan. Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan
pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta
didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan kompotensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari (Hamruni,
2011:151). Sedangkan pembelajaran IPA yang menggunakan pembelajaran
konvensional cendrung mengarahkan siswa untuk memberi respon yang tunggal
terhadap permasalahan yang diberikan.
Menurut Rusman
(2012:123) hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya
penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan,
persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan
harapan. Setelah pembelajaran yang dilakukan di soklah dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat disimpulkan bahwa mata
pelajaran IPA sudah memperoleh hasil sesuai dengan KKM yang ditetapkan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mencoba
menerapkan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA dengan
melaksanakan penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Gerak Lurus Pada Siswa Kelas VII SMPN
Satap Ndangi Tahun Pelajaran 2016/2017”
B.
Identifikasi masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas beberapa masalah dapat diidentifikasi
antara lain:
1.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru.
2.
Kurang mengembangkan proses belajar mengajar ipa pasa materi gerak lurus serta kinerja guru
secara signifikan
3.
Hasil belajar siswa yang belum optimal dimungkinkan berhubungan
dengan adanya pendekatan pembelajaran yang digunakan saat ini
C.
Batasan masalah
Pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.
Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama Pembelajaran
efektif yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiri), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
2.
Hasil belajar yang dicapai siswa
ditinjau dari aspek kognitif Penelitian
ini diterapkan pada konsep gerak lurus.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah: Bagaimana penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi Gerak lurus pada
siswa Kelas VII SMP Negeri Satap Ndangi?
E.
Tujuan
Penelitian
Sesuai
dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahuluh
yang akan di cari solusinya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat
meninkatkan hasil belajar IPA fisika pada siswa Kelas VII SMP Negeri Satap
Ndangi.
F.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Teoretis
Secara teoretis,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran IPA di SMP,
khususnya mengenai penerapan pendekatan Contextual Teaching And Learning dalam pembelajaran IPA
materi Gerak lurus dan dapat menberikan informasi tentang penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA khususnya
materi Gerak lurus pada siswa Kelas VII SMP Negeri Satap Ndangi.
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi
Siswa
Penelitian ini dapat
membuat siswa lebih berperan aktif dan terampil dalam belajar dan mampu
mengkonstruksi pemahaman IPA serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata
pelajaran IPA.
b. Bagi
Guru
Penelitian ini dapat dijadikan
alternatif untuk memilih atau menyiapkan strategi pembelajaran yang bisa
meningkatkan hasil
belajar siswa sesuai yang diharapkan serta untuk menumbuhkembangkan potensi
belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA.
BAB
II
KAJIAN TEORI
A.
Kajian
Teori
1.
Hakikat
Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
a.
Pengertian
Contextual Teaching and Learning
(CTL)
Menurut Hamruni
(2011:151) pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan
pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta
didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan
menerapkan kompotensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses
penerapan kompotensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan
pentingnya belajar, dan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang
dipelajarinya.
Menurut Sardiman
(2011:222) pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL), merupahkan konsep pembelajaran yang membanatu
guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi duna nyata siswa, yang
dapat memndorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari
dengan penerapanya dalam kehidupan para siswa sebqagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Menurut Yamin
(2011:195) pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan
bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan
yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif
pemahamannya.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan konsep seperti ini
maka proses pembelajaran akan berlangsung secara bermakna.
Sebelum melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus
membuat desain atau skenario pembelajarannya sebagai pedoman umum dan sekaligus
sebagia alat kontrol dalam pelaksanaanya. Menurut Rusman (2012:192), langkah-langkah
model pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.
1)
Mengembangkan pemikiran siswa untuk
melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
yang akan dimilikinya.
2)
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik yang
diajarkan.
3)
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa
melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4)
Menciptakan masyarakat belajar, seperti
melalui kegiatan kelompok berdiskusi dan tanya jawab.
5)
Menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6)
Membiasakan anak untuk melakukan
refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7)
Melakukan penilaian secara objektif,
yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Ada
tujuh prinsip CTL yang dikembangkan menurut Rusman (2011:193-197).
1)
Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui ikonteks yang terbatas
(sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Dalam proses pembelajaran, peserta
didik membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan aktif dalam PBM. Peserta didik menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Penerapan
filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari yaitu dalam merancang pembelajaran
dalam bentuk peserta didik bekerja,
praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan,
mendemonstrasikan, menciptakan ide.
2)
Menemukan (Inquiry)
Merupakan
bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh peserta didik
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil
dari menemukan sendiri.
Langkah
kegiatan ini adalah sebagai berikut. (1) Merumuskan masalah
(dalam mata pelajaran apapun), (2) Mengamati
dan melakukan observasi, (3) Menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya
lain, (4) Mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audiens
yang lain.
3)
Bertanya (Questioning)
Merupakan strategi utama pembelajaran yang
berbasis CTL. Karena bagi peserta didik, kegiatan bertanya merupakan bagian
penting dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu menggali informasi,
menginformasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek
yang belum diketahuinya.
4)
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning
community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Peserta didik dibagi
dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen dengan bentuk yang sangat
bervariasi, baik keanggotaan, jumlah bahkan bisa melibatkan peserta didik di kelas atasnya. Disini semua bisa berperan
tanpa ada yang dominan dan saling melengkapi.
5)
Pemodelan (Modelling)
Dalam sebuah pembelajaran ada model yang bisa
ditiru. Model ini bisa peserta didik yang berhasil, guru lain atau ahli lain yang
sesuai bidang studi / mata pelajaran. Contoh : ahli ukir, reporter dan lain-lain.
6)
Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang
baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas
atau pengetahuan yang baru diterima. Peserta didik memperluas pengetahuan yang dimiliki melalui
konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit, sementara
guru atau orang dewasa membantu peserta didik
membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
dengan pengetahuan yang baru.
Pada
akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar peserta didik melaksanakan refleksi. Realisasinya berupa
pernyataan langsung tentang apa yang diperolehnya hari ini, catatan atau jurnal
di buku peserta didik , kesan dan pesan / saran peserta didik mengenai pembelajaran hari itu, hasil karya
atau diskusi.
7)
Penilaian yang
sebenarnya (Assessment)
Yaitu proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik . Hal tersebut
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses
pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode tetapi dilakukan
bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) di kegiatan pembelajaran.
Jadi
kemajuan belajar peserta didik tidak
hanya dari hasil tetapi melalui proses. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai
dasar menilai hasil peserta didik adalah
: PR, kuis, karya peserta didik, presentasi, laporan jurnal, karya tulis atau
proyek kegiatan dan laporannya.
d.
Kelebihan dan Kekurangan Model Contextual Teaching
and Learning(CTL)
1)
Kelebihan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Yusrin, 2012 kelebihan model
CTL adalah sebagai berikut. (1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional,
akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode
pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme,
dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri.
Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui
”mengalami” bukan ”menghafal”.
2) Kekurangan Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Yusrin, 2012 kekurangan
model CTL dalam adalah sebagai berikut.
(1) Guru lebih intensif dalam membimbing, karena dalam metode CTL
Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru
adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu
yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman
yang dimilikinya. Dengan demikian,
peran guru bukanlah sebagai instruktur atau
”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan
guru adalah pembimbing siswa agar
mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. (2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar
dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar.
Namun dalam konteks ini tentunya
guru memerlukan perhatian dan bimbingan
yang ekstra terhadap siswa agar
tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang
diterapkan semula.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai kelebihan dan kekuranganya yaitu kelebihanya
adalah pembelajaran menjadi lebih produktif dimana siswa dapat menumbuhkan
konsep serta menemukan pengetahuan sendiri, sedangkan kekuranganya guru bukan
lagi berperan sebagai pusat informasi serta guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan ide-idenya sendiri.
2.
Hasil
Belajar
a.
Pengertian
Belajar
Menurut
Rusman (2012:85) belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan
berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian
terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lebih jauh
lagi Rusman mengatakan belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan
secara psikologis maupun secara fisiolog
is.
Hamalik
(2011:36) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman. Sehingga belajar dapat dikatakan suatu proses buka suatu hasil atau
tujuan
Menurut
Slameto (2010:2) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut
Winkel (dalam Slameto, 2004:59) belajar merupakan aktivitas mental (psikis)
yang berlangsung dalam interakasi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan
pengetahuan, pemahaman keterampilan, dan nilai sikap.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dengan lingkungannya.
b.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Menurut
Slameto (2010:26)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Faktor
Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa.
Yang termasuk dalam faktor intern antara
lain: kematangan, kecerdasan/intelegensi, latihan dan ulangan, motivasi,
sifat-sifat pribadi seseorang
2) Faktor
Ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa atau yang sering
dikenal dengan faktor sosial. Yang termasuk dalam faktor ekstern, antara lain:
keadaan keluarga, guru dan cara mengajar, alat-alat pelajaran, motivaasi
sosial, lingkungan dan kesempatan.
3) Faktor
Situsional
Faktor-faktor situsional ini meliputi:
a) keadaan politik ekonomis, b) keadaan waktu yang mencakup jumlah hari dan
jumlah jam setiap hari yang tersedia bagi kegiatan belajar mengajar, c) keadaan
musim iklim kerap menciptakan kondisi psikis dan kondisi fisik pada sisa dan guru
yang kurang menguntungkan.
c.
Pengertian
Hasil Belajar
Menurut Rusman
(2012:123) hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya
penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan,
persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan
harapan.
Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Menurut
Mursell dkk (2008:27) belajar yang efektif hasilnya merupakan pemahaman, pengertian, pengetahuan atau
wawasan. Jadi petunjuk praktis bagi guru ialah selalulah usahakan membantu
mu.rid mencapai pemahaman yang sebaik-baiknya. Aturlah pelajaran sedemikian
rupa sehingga menghasilkan pengertian. Sejarah, ilmu pasti bahkan pendidikan
jasmani dapat diajarkan sehingga murid memeahami seluk-beluknya. Itu akan
tercapai bila anak-anak harus menggunakan inteligensinya untuk berpikir secara
kritis.
Dari beberapa
pengertian hasil belajar
di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil
belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang di amati dan di
ukur dalam bentuk pengetahuan, sikap,
dan keterampilan setelah ia mengikuti proses belajar
mengajar.
d.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Mudani (dalam
Rusman 2012:124) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi:
1) Faktor
internal
a) Faktor
fisiologis
Secara umum kondisi
fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan
capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi
siswa dalam menerima materi pelajaran.
b) Faktor
psikologis
Setiap individu dalam
hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda
tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor
psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi,
kognitif, dan daya nalar siswa.
2) Faktor
eksternal
a) Faktor
lingkungan
Faktor lingkungan dapat
mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, dan kelembaban.
b) Faktor
instrumental
Faktor-faktor
instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai
dengan hasil belajar yang diharapkan, faktor-faktor ini diharapkan dapat
berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah
direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.
e.
Klasifikasi
Hasil Belajar
Menurut
Bloom (dalam Rusman 2012:125) tujuan pembelajaran dapat diklsifikasikan ke
dalam tiga ranah (domain), yaitu: (1) domain kognitif, yaitu berkenaan dengan
kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir, (2) domain afektif, yaitu berkenaan dengan sikap, kemampuan dan
penguasaan segi-segi emosional (perasaan, sikap, dan nilai), (3) domain
psikomotor, yaitu berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau Gerak
lurusan-Gerak lurusan fisik. Lebih lanjut Bloom menjelaskan bahwa domain
kognitif terdiri atas enam kategori yaitu sebagai berikut.
1) Pengetahuan
(knowledge), yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya
konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya.
2) Pemahaman
(comprehension), yaitu jenjang
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang
materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi
tiga, yaitu menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi.
3) Penerapan
(application), yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkrit.
4) Analisis
(analysis), yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan
tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya. Kemampuan analisis
dikelompokan menjadi tiga yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis
prinsip-prinsip yang terorganisasi.
5) Sintesis
(synthesis), yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara
menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan,
rencana atau mekanisme.
6) Evaluasi
(evaluation), yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan,
pernyataan, atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.
Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses dimana individu
memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil
pengalamanya sendiri
3.
Gerak
lurus
a.
Pengertian
gerak
Gerak dapat dikatakan sebagai
perubahan kedudukan suatu benda dalam selang waktu tertentu. Sesuatu yang
dianggap diam dan digunakan sebagai pembanding itulah yang disebut titik acuan.
Berdasarkan sifatnya gerak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu gerak nyata dan
gerak semu
b.
Besaran Besaran
Dalam Gerak
1)
Jarak dan Perpindahan
Jarak adalah panjang lintasan yang
ditempuh benda tanpa memerhatikan arah, sedangkan Perpindahan adalah
panjang lintasan yang ditempuh benda dengan memerhatikan arah.
2) Kelajuan dan kecepatan
Kelajuan adalah perubahan jarak terhadap
posisi awalnya dalam suatu selang waktu tertentu tanpa memerhatikan arahnya.
Kecepatan adalah kelajuan dengan memerhatikan arahnya.
secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Kecepatan adalah kelajuan dengan memerhatikan arahnya.
secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
v = s/t
ket: v = kecepatan (m/s)
s = jarak (m)
t = waktu (t)
Untuk kelajuan yang selalu berubah ubah dapat
diartikan sebagai kelajuan rata rata yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sedangkan untuk rumus kecepatan
rata-rata adalah:
3) Percepatan
Percepatan adalah pertambahan kecepatan
suatu benda setiap satuan waktu.
Percepatan dapat dinyatakan dalam rumus:
Ket: a
= percepata (m/s2), v = kecepatan (m/s), t = waktu (t)
c.
Macam-Macam
Gerak Lurus
1) Gerak Lurus Beraturan
Gerak Lurus Beraturan (GLB) adalah gerak suatu benda
pada lintasan yang lurus dimana pada setiap selang waktu yang sama, benda
tersebut menempuh jarak yang sama. Sehingga dirumuskan:
ket: s = jarak (m)
v =
kecepatan (m/s)
t = waktu (t)
2) Gerak Lurus Berubah Beraturan
gerak lurus berubah
beraturan adalah gerak benda dengan lintasan garis lurus dan memiliki kecepatan
setiap saat berubah dengan teratur.
Rumus GLBB ada 3, yaitu:
2 = vo2 +
Ket: Vt
= kecepatan akhir atau kecepatan setelah t sekon (m/s)
V0 = kecepatan awal (m/s)
a = percepatan (m/s2)
t = selang waktu (s)
s = jarak tempuh (m)
berdasarkan uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa gerak lurus adalah gerak yang lintasanya lurus. Gerak lurus
juga dibagi dalam dua jenis yaitu gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah
beraturan
B.
Kajian
Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan wawan darmawan pada tahun 2013 yang
berjudul penerapan ctl untuk
meningkatkan hasil belajar biologi siswa SMP kelas VII pada konsep pencemaran
lingkungan
menyimpulkan bahwa, melalui
penerapan pembelajaran Contextual
Teaching And Learning (CTL) hasil belajar Peserta Didik di Kelas VII Semester 2 Al
Khairiyah Tajur Citeureup
pada mata pelajaran IPA dapat ditingkatkan.
Penelitian yang dilakukan Andy pada tahun 2012 yang berjudul meningkatkan hasil belajar
siswa menggunakan Contextual teaching and learning pada materi Gerak lurus di
smp hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang dalam pelajaran IPA dapat ditingkatkan.
Penelitian yang dilakukan oleh
elisabeth ndoe pada tahun 2015 yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa
kelas IV SDN Koeloda dapat ditingkatkan.
Dari ketiga peneliti diatas dapat disimpulkan
bahwa Penerapan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C.
Kerangka
Berpikir
GURU
|
MATERI
PEMBELAJARAN
|
MODEL PEMBELAJARAN CTL
|
PESERTA DIDIK
|
HASIL BELAJAR
|
Gambar 1.
Kerangka Pikir
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang
berawal dari guru, yang berupaya menerapkan apa yang dimiliki kepada peserta
didik. Guru harus mampu memilih materi dan metode yang tepat untuk diterapkan
kepada peserta didik sehingga dapat mencapai hasil belajar sesuai KKM yang
ditentukan.
D.
Perumusan
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka
berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan: terdapat peningkatan
hasil belajar IPA materi gerak lurus melalui penerapan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) pada siswa Kelas VII SMP Negeri Satap Ndangi tahun
pelajaran 2016/2017.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis atau Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan memilih
sampel sebagai subyek penelitian. Pendekatakan kuantitatif adalah suatu
pendekatan guna mengumpulkan, mengolah, menyajikan, menganalisa dan
menginterprestasikan data yang berupa angka-angka.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shot one case study.
Kelas Eksperimen
|
Perlakuan
|
Hasil
|
K E
|
X
|
A
|
Keterangan:
K E : Kelas Eksprimen
X :
Perlakuan
A : Hasil
B.
Tempat dan Waktu
Penelitian
1.
Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN Satap Ndangi tahun pelajaran
2016/2017
2.
Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan setelah proposal ini diseminarkan
C.
Populasi dan Sampel
Penelitian
1.
Populasi
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester 2 SMPN Satap
Ndangi tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 20 orang
2.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VII semester 2 SMPN Satap Ndangi tahun pelajaran 2016/2017 Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu sampling jenuh dimana semua anggota populasi
dijadikan sampel.
D.
Variabel Penelitian
1.
Variabel X (Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL))
Model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan konsep seperti ini
maka proses pembelajaran akan berlangsung secara bermakna.
2.
Variabel Y (Hasil Belajar).
hasil belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri
seseorang yang di amati dan di ukur
dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan setelah ia mengikuti
proses belajar mengajar.
E.
Teknik Pengumpulan Data
dan Instrument Penelitian
1.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik tes yaitu dalam bentuk soal
obyektif. Tes diberikan pada masing-masing kelas sampel sebanyak dua kali yaitu
tes pertama yaitu tes sebelum diberikan perlakuan (pre test) dan tes kedua yaiu tes setelah diberikan perlakuan (post test).
2.
Instrumen
Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah uji test prestasi
belajar fisika untuk pokok bahasan gerak, instrument ini berupa test objektif
dengan empat alternatif pillihan jawaban (A, B, C, dan D) dengan jumlah soal 20
nomor.
F.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Adapun analisis
yang dilakukan terhadap soal uji coba adalah sebagai berikut:
1. Validitas
Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevaliditasan atau kesahihan suatu
instrumen. Untuk mengetahui validitas butir soal peneliti menggunakan software anatesV4.
Instrumen ini
dikatakan valid apabila koefisien validitas yang dihitung menggunakan software anatesV4>
.
diperoleh
dengan nilai koefisien korelasi “r” product
moment dengan derajat kebebasan (dk) = n-2 dan taraf nyata (α) = 0,05.
2.
Reliabilitas
Reliabilitas
instrumen artinya instrumen yang dapat dipercaya ialah instrumen yang dapat
memberikan hasil yang tetap. Untuk menguji reliabilitas instrumen prestasi
belajar siswa, peneliti menggunakan sofware
anatesV4.
Dalam pengujian
ini instrumen dikatakan reliabel jika
koefisien reliabilitas yang dihitung menggunakan software anatesV4>
.
diperoleh
dengan nilai koefisien korelasi “r” product
moment dengan derajat kebebasan (dk) = n-2 dan dengan taraf nyata (α) = 0,05.
1.
Taraf kesukaran soal (TK)
Taraf kesukaran
soal adalah suatu pernyataan untuk menyatakan tiap butir soal mudah atau sukar.
Dalam evaluasi belajar taraf kesukaran soal atau difficulty index biasanya dilambangkan dengan huruf ‘P’. Untuk
menghitung taraf kesukaran soal, peneliti menggunakan software anatestV4.
Kriteria taraf kesukaran soal:
P = 0% - 10% = Sangat sukar
P = 10% - 30% = Sukar
P = 30%- 70% = Sedang
P = 70%- 90% = Mudah
P = 90% - 100% = Sangat mudah
2.
Daya pembeda soal (DP)
Daya pembeda soal
adalah kemampuan suatu butir soal tes untuk dapat membedakan (mendeskripsikan)
antara testee yang berkemampuan
tinggi dengan testee yang
berkemampuan rendah. Daya pembeda dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya
angka indeks diskriminasi soal.
Untuk mengetahui
daya pembeda soal peneliti menggunakan sofware
anatesV4.
Kriteria daya pembeda soal :
DP = 0% - 10% = Sangat kurang
DP = 10% - 30% = Kurang
DP = 30%- 70% = Cukup
DP = 70%- 90% = Baik
DP = 90% - 100% = Baik sekali
G.
Teknik Analisis data
Teknik analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengola data
yang diperoleh selama penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini taiti menggunakan uji persamaan statistik (Furchan, 2004 : 224)
sebagai berikut
Keterangan :
t =
Penguji statistik yang dimaksud
x = Nilai rata – rata sampel
µ0 =
Standar deviasi
n = Jumlah sampel
1.
Uji Prasiarat Analisis ( Uji Normalitas )
Untuk mengetahui apakah data yang terkumpul terdistribusi normal
atau tidak adalah uji normalitas. Adapun persamaan yang digunakan, (Sugiyono,
2010 : 107):
Keterangan :
X2
= Nilai Chi kuadrat
fo =
Frekuensi yang diharapkan
fh =
Frekuensi pengamatan
Dengan kriteria pengujian: data dikatakan normal jika: x2hitung<
x2tabel, pada taraf signifikan (α = 0,05 ) dan derajat kebebasan (dk = k- 3 ).
2.
Uji Hipotesis
Langkah – iangkah
pengujian hipotesis ( Ridwan, 2004 : 207 ) adalah :
a. Membuat Ha dan Ho dalam uraian kalimat
Ho : tidak
terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan setelah siswa dibelajarkan
dengan model pembelajaran berbasis masalak dimana nilai yang diperoleh kurang
dari KKM.
Ha :
terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan setelah siswa dibelajarkan dengan
model pembelajaran berbasis masalah dimana nilai yang diperoleh lebih dari KKM.
b. Membuat Ha dan Ho dalam model statistik
Ho : µ < 75
Ha : µ ≥ 75
c. Menentukan nilai taraf signifikan
( α = 0,05 )
d. Memilih statistik uji ( uji statistik atau sampel ) untuk
pengujian hipotesis :
e. Menghitung nilai statistik uji berdasarkan data observasi
f. Menentukan nilai kritik dan daerah kritik berdasarkan taraf
signifikan yang telah ditetapkan .
g. Menentukan kriteria penguji
h. thitung> t tabel maka Ha diterima atau Ho
ditolak
i.
thitung ≤ t tabelmaka
Ha ditolak atau Ho diterima
j.
Kesimpulan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar